Selasa, 07 Agustus 2012

Untuk Bunda dan Dunia


Untuk Bunda dan Dunia - Kumpulan Sajak Abdurahman Faiz
Kata Pengantar Taufiq Ismail

BU PRESIDEN, AKU JANGAN DIPENJARA, YA

Kumpulan sajak ini, Untuk Bunda dan Dunia, sungguh unik, karena
pengarangnya, Abdurahman Faiz, berumur 8 tahun. Dia lahir di Jakarta,
15 November 1995. Ibunya, Helvy Tiana Rosa adalah pengarang, dan
ayahnya, Tomi Satryatomo, wartawan. Faktor genetik dan lingkungan
kepenulisan
dengan budaya membaca di rumah, secara dini telah membentuk Faiz.

Sebelum menguasai aksara, cara bicara Faiz saja, karena puitiknya,
sudah menggemaskan orangtuanya. Di tahun 1998, dia mengatakan pada
mamanya,
"Bunda, aku mencintai bunda seperti aku mencintai surga." Waktu itu
Faiz berumur 3 tahun. Konon banyak kata-kata bijak seperti itu
berhamburan
dari anak ini karena dia suka berkisah dan gemar bermain peran seperti
dalam drama.

Sesudah mampu mengetik dengan komputer meja dan laptop orangtuanya,
Faiz mulai menulis. Tapi kalau menulis sajak, dia memilih layar
telefon
genggam yang kecil itu untuk menaruh larik-larik sajaknya.

Dari dua puluh sajak Faiz yang ditulisnya mulai Juli 2001 sampai
dengan November 2003 ini, 8 mengenai ibu dan ayahnya, 7 tentang
situasi
sosial dan 5 tentang tokoh masyarakat.

Kecintaan Faiz terhadap orangtuanya, pastilah karena lingkungan
interaksinya di rumah yang penuh kasih sayang pula.Saya kutipkan 2
ungkapannya
yang orisinal (dari "Ayah Bundaku") dan mengharukan berikut ini:

Ayah Bunda
kucintai kau berdua
seperti aku
mencintai surga

Semoga Allah mencium ayah bunda
dalam tamanNya terindah
nanti

(Januari 2002)

Dia lebih banyak menulis tentang ibunya. Sajaknya ada yang langsung,
terasa jelas apa yang dimaksudkannya, tapi ada pula yang maknanya
dibiarkannya menggantung, dan diserahkannya pada
kita untuk menafsirkan lebih lanjut

JALAN BUNDA

bunda
engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu

(September 2003)

Lima sajak sosial Faiz menunjukkan kepekaan yang dalam terhadap
duka-derita kehidupan manusia. "Siti dan Udin di Jalan", sepanjang 8
bait, 38
baris berkisah tentang penggenjot becak beristerikan tukang cuci
pakaian, yang mewakili ribuan
lagi orang
senasib, yang ". tetap berdoa / agar bisa sekolah / dan punya rumah
berjendela." Rumah kardus mereka, menurut pengamatan Faiz, tak ada
yang berjendela. Sebuah
pengamatan anak 8 tahun yang teliti.

Saya tersentak membaca "Pengungsi di Negeri Sendiri" (Oktober 2003).
Saya, kok lupa pada saudara-saudara kita itu, satu juta jumlahnya
(mudah-
mudahan sudah menyusut), akibat Balkanisasi
dan perang saudara, yang terusir dari rumah dan kampung halaman
sendiri. Saya malu, saya mulai lupa mereka. Cucunda Faiz, terima
kasih. Engkau
telah mengingatkan aku lagi pada mereka. Mari kita berbuat sesuatu
untuk
orang-orang sebangsa yang bernasib malang itu dan kita baca Al-
Fatihah untuk mereka. Al Fatihah.

Faiz juga kenal sejumlah tokoh, dan menulis sajak mengenai mereka,
yaitu Rasulullah Muhammad SAW, tokoh novel super-populer Harry Potter,
tokoh novel Frodo (dari Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien),
proklamator Bung
Hatta dan dua presiden, yaitu George W. Bush dan Megawati
Sukarnoputeri.
Ibunya diundang sebagai sastrawati berceramah di Universitas Madison,
Madison, Wisconsin dan Universitas Michigan, Ann Arbor, Michigan di
bulan September 2003. Pengetahuan umum Faiz bukan main, yang
diketahuinya lewat media massa dan
tentunya percakapan di rumah, tentang kemungkinan repotnya ibunya
yang berjilbab pergi ke
Amerika Serikat pada hari-hari ini:


dari berita yang kubaca
  Amerika penuh rekayasa
  khawatir pun melanda
  bila jilbab dijadikan masalah

  Bagaimana bila bunda
  tiba-tiba dianggap anggota alqaidah?
  bukankah Presiden Amerika
  menuduh dengan mudah
siapa saja yang tak dia suka?

Tapi syukurlah kekhawatirannya tak terjadi dan bundanya selamat
sepanjang perjalanan.

Faiz ikut Lomba Menulis Surat untuk Presiden RI sehubungan dengan
Hari Anak Nasional 2003 dan jadi pemenang pertama. "Surat buat Ibu
Negara" yang
dimuat dalam kumpulan ini adalah bentuk sajak dari surat yang
memenangkan
hadiah tertinggi dan menawan perhatian luas di media massa Indonesia
karena
bijaknya. Dalam setiap bait dari keenam bait sajaknya ini terdapat
ungkapan, cita-cita dan saran pada Presiden RI dalam idiom anak-anak
yang segar.

Faiz sendiri juga bercita-cita kelak jadi presiden dengan kualifikasi
kecerdasan bisa bicara 10 bahasa, pandai membuat komputer sendiri,
dicintai orang-orang (dia tidak pilih kata klise rakyat) dan
persyaratan yang
paling berat: kalau mati masuk surga.

Sebagai penutup surat, setelah usul ini-itu yang dikhawatirkannya
menyinggung perasaan presiden, Faiz bersajak:


Sudah dulu ya.
  Ibu jangan marah ya.
  Kalau tidak senang
  aku jangan dipenjara ya.
  Terimakasih.

Kemampuan Faiz menulis, dalam perkiraan saya, 10 tahun melompati
umurnya. Remaja berusia 18 tahun, jika mampu menulis serapi ini, sudah
terbilang bagus sekali. Ayah bunda Faiz dititipi Allah bakat brilyan
yang
mereka harus jaga dan tumbuhkan sebaik-baiknya. Janganlah sampai
kemashuran dini
mengguncangnya dan mengganggu perkembangan psikologi Faiz
selanjutnya.

Mudah-mudahan ibunda Helvy dan ayahanda Tomi berhasil baik dan
cucunda Faiz mencapai cita-citanya dalam naungan ridha Allah SWT.

Amin.

Jakarta, Ramadhan 1404 H / 6 November 2003 M.


TERIMAKASIH DARI FAIZ

Faiz mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada Allah SWT, kepada
Ayah dan Bunda atas cinta dan dukungan yang berlimpah. Juga untuk Pak
Tuo
Taufiq Ismail yang aku kagumi. Om Jamal D. Rahman, Om Agus R. Sarjono
yang suka menyemangatiku
lewat sms. Tante Medy Loekito, Pak Tuo Hamid Jabbar, Om Ahmadun Y.
Herfanda, Om Binhad Nurohmat
yang sudah mau membaca karya-karyaku sebelum menjadi buku. Untuk Oma
Maria, Opa Amin, Eyang
Wiyati, Mami Rani, Papi Isa, Papi Eron, Mbak Menuk, Om Ferry, Om
Bimo, Tante Alif, Mbak Kiki,
Caca, Adam, Om Ali Muakhir, Om Andi Yudha, Penerbit Mizan, guru-guru
dan teman-temanku semua.
Kupersembahkan puisi-puisi ini untuk kalian dan untuk dunia. Semoga
bermanfaat ya.

Salam manis,
Abdurahman Faiz



HATTA

Engkau adalah kenangan
yang tumbuh
dalam kepala dan jiwaku

Suatu malam kau datang
dalam mimpiku
katamu:
jangan lelah menebar kebajikan
jadikan kesederhaan
sebagai teman paling setia

Aku anak kecil
berjanji menepati
jadi akan kusurati lagi
presiden kita
hari ini

(17 Agustus 2003)


PUISI BUNDA

bunda hanya sedikit mengarang puisi untukku
tapi semakin lama kuamati
senyuman bunda adalah puisi
tatapan bunda adalah puisi
teguran bunda adalah puisi
belaian dan doanya
adalah puisi cinta
yang disampaikannya padaku
tak putus putus
tak putus putus

bahkan bila kutidur

(Mei 2003)


SITI DAN UDIN DI JALAN

Siti dan Udin namanya
sejak pagi belum makan
minum cuma seadanya
dengan membawa kecrekan
mengitari jalan-jalan ibu kota

Siti punya ayah
seorang tukang becak
ibunya tukang cuci
berbadan ringkih

Udin tak tahu di mana ayahnya
ditinggal sejak bayi
ibunya hanya pemulung
memunguti kardus dan plastik bekas

Mereka bangun rumah
dari triplek dan kardus tebal
di tepi kali ciliwung
tapi sering kena gusur

Bila malam tiba
mereka tidur di kolong jembatan
ditemani nyanyian nyamuk
dan suara bentakan preman

Siti dan Udin namanya
muka mereka penuh debu
dengan baju rombengan
menyanyi di tengah kebisingan

pagi sampai malam
tersenyum dalam peluh
menyapa om dan tante
mengharap receh seadanya

Beribu Siti dan Udin
berkeliaran di jalan-jalan
dengan suara serak
dan napas sesak oleh polusi
kalau hari ini bisa makan
sudah alhamdulillah
tapi tetap berdoa
agar bisa sekolah
dan punya rumah berjendela

(Februari 2003)


HARRY POTTER

Sudahkah kau temukan
ramuan paling rahasia itu
agar seluruh orang di dunia
bisa saling cinta?

(Oktober 2002)


AYAH BUNDAKU

Bunda
engkau adalah
rembulan yang menari
dalam dadaku

Ayah
engkau adalah
matahari yang menghangatkan
hatiku

Ayah Bunda
kucintai kau berdua
seperti aku
mencintai surga

Semoga Allah mencium ayah bunda
dalam tamanNya terindah
nanti

(Januari 2002)


MENARUH

Aku menaruh semua mainan
dan teman di sisiku

Aku menaruh bunda
di hatiku
dekat sekali
dengan tempat kebaikan

Tapi
Aku tak bisa menaruh Allah
Ia menaruhku di bumi
bersama bunda dan semua
Ia ada dalam tiap napas
dan penglihatanku

Allah, hari ini kumohon
taruhlah para anak jalanan,
teman-teman kecilku yang miskin
dan menderita
dalam belaianMu
dan buatlah ayah bunda
menjadi kaya
dan menaruh mereka
di rumah kami

Amin.

(Juli 2001)


JALAN BUNDA

bunda
engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu

(September 2003)


SURAT BUAT IBU NEGARA

Kepada Yang Terhormat
Presiden Republik Indonesia
Megawati
Di Istana

Assalaamualaikum.
Ibu Mega, apa kabar?
Aku harap ibu baik-baik seperti aku saat ini.
Ibu, di kelas badanku paling tinggi.
Cita-citaku juga tinggi.
Aku mau jadi presiden.
Tapi baik.
Presiden yang pintar,
bisa buat komputer sendiri.
Yang tegas sekali.
Bisa bicara 10 bahasa.
Presiden yang dicintai orang-orang.
Kalau meninggal masuk surga.

Ibu sayang,
Bunda pernah cerita
tentang Umar sahabat Nabi Muhammad.
Dia itu pemimpin.
Umar suka jalan-jalan
ke tempat yang banyak orang miskinnya.
Tapi orang-orang tidak tahu kalau itu Umar.
Soalnya Umar menyamar.
Umar juga tidak bawa pengawal.
Umar jadi tahu
kalau ada orang yang kesusahan di negerinya
Dia bisa cepat menolong.

Kalau jadi presiden
aku juga mau seperti Umar.
Tapi masih lama sekali.
Harus sudah tua dan kalau dipilih orang.
Jadi aku mengirim surat ini
Mau mengajak ibu menyamar.
Malam-malam kita bisa pergi
ke tempat yang banyak orang miskinnya.
Pakai baju robek dan jelek.
Muka dibuat kotor.
Kita dengar kesusahan rakyat.
Terus kita tolong.

Tapi ibu jangan bawa pengawal.
Jangan bilang-bilang.
Kita tidak usah pergi jauh-jauh.
Di dekat rumahku juga banyak anak jalanan.
Mereka mengamen mengemis.
Tidak ada bapak ibunya.
Terus banyak orang jahat
minta duit dari anak-anak kecil.
Kasihan.

Ibu Presiden,
kalau mau, ibu balas surat aku ya.
Jangan ketahuan pengawal
nanti ibu tidak boleh pergi.
Aku yang jaga
supaya ibu tidak diganggu orang.
Ibu jangan takut.
Presiden kan punya baju tidak mempan peluru.
Ada kan seperti di filem?
Pakai saja.
Ibu juga bisa kurus
kalau jalan kaki terus.
Tapi tidak apa.
Sehat.
Jadi ibu bisa kenal orang-orang miskin
di negara Indonesia.
Bisa tahu sendiri
tidak usah tunggu laporan
karena sering ada korupsi.

Sudah dulu ya.
Ibu jangan marah ya.
Kalau tidak senang
aku jangan dipenjara ya.
Terimakasih.

Dari
Abdurahman Faiz
Kelas II SDN 02 Cipayung Jakarta Timur


PENGUNGSI DI NEGERI SENDIRI

Tak ada lagi yang menari
di antara tenda-tenda kumuh

di sini
hanya derita
yang melekat di mata
dan hati kami

Tidak satu nyanyian pun
pernah kami dendangkan lagi
hanya lagu-lagu airmata
di antara lapar, dahaga
pada pergantian musim

Sampaikah padamu, saudaraku?

(Oktober 2003)


BUNDA CINTAKU

Bunda
kau selalu ada di sisiku
kau selalu di hatiku
senyummu rembulan
baktimu seperti matahari
yang setia menyinari
dan cintamu adalah udara
yang kuhirup setiap hari
meski di dalam sedih
walau dalam susah
langkahmu pasti
jadikan aku insan berarti

terimakasih bunda cintaku

(November 2002)


TUJUH LUKA DI HARI ULANGTAHUNKU

Sehari sebelum ulangtahunku
aku terjatuh di selokan besar
ada tujuh luka membekas, berdarah
aku mencoba tertawa, malah meringis

Sehari sebelum ulangtahunku
negeriku masih juga begitu
lebih dari tujuh luka membekas
kemiskinan, kejahatan,
korupsi di mana-mana,
pengangguran, pengungsi
jadi pemandangan
yang meletihkan mata
menyakitkan hati

Tapi ada yang seperti lucu
di negeriku
orang yang ketahuan berbuat jahat
tidak selalu dihukum
namun orang baik bisa dipenjara

Pada ulangtahunku yang kedelapan
aku berdiri di sini dengan tujuh luka
sambil membayangkan Indonesia Raya
dan selokan besar itu

Tiba-tiba aku ingin menangis

(15 November 2003)


YANTO DAN MAZDA

Yanto dan Mazda, tidurlah
malam telah larut
Frodo dan Sam
sedang berjuang
memusnahkan Sauron

tidakkah sebaiknya kita
cium kening bunda
dan selekasnya masuk
lewat pintu-pintu mimpi
untuk membantu mereka?

(Februari, 2003)


SIAPA MAU JADI PRESIDEN?

menjadi presiden itu
berarti melayani
dengan segenap hati
rakyat yang meminta suka
dan menyerahkan jutaan
keranjang dukanya
padamu

(November, 2003)


DARI SEORANG ANAK IRAK DALAM MIMPIKU, UNTUK BUSH

Mengapa kau biarkan anak-anak meneguk derita
peluru-peluru itu bicara pada tubuh kami
dengan bahasa yang paling perih

Irak, Afghanistan, Palestina
dan entah negeri mana lagi
meratap-ratap

Mengapa kau koyak tubuh kami?
apa yang kau cari?
apa salah kami?
kami hanya bocah
yang selalu gemetar mendengar
keributan dan ledakan
mengapa kau perangi bapak ibu kami?

Kini
kami tak pernah lagi melihat pelangi
hanya api di matamu
dan sejarah yang perih
tapi kami sudah tak bisa lagi menangis
Kami berdarah
Kami mati

(Oktober 2003)


PENULIS

Ayahku wartawan
bundaku sastrawan

dan akulah dia
yang susah payah
mengumpulkan semua cinta
semua duka
menjadikannya untaian kata
yang kualamatkan
pada dunia

mungkin menjadi kebaikan
yang bisa dibaca siapa saja
dan sedikit uang
untuk kusedekahkan
pada fakir miskin

(Agustus 2003)


MUHAMMAD RINDUKU

Kalau kau mencintai Muhammad
ikutilah dia
sepenuh hati

apa yang dikatakan
apa yang dilakukan
ikuti semua
jangan kau tawar lagi

sebab ialah lelaki utama itu

memang jalan yang ditempuhnya
sungguh susah
hingga dengannya terbelah bulan

tapi kalau kau mencintai Rasul
ikutilah dia
sepenuh rindumu

dan akan sampailah kau
padaNya

(April 2003)


KEPADA KORUPTOR

Gantilah makanan bapak
dengan nasi putih, sayur dan daging
jangan makan uang kami
lihatlah airmata para bocah
yang menderas di tiap lampu merah
jalan-jalan Jakarta
dengarlah jerit lapar mereka
di pengungsian
juga doa kanak-kanak
yang ingin sekali sekolah

Telah bapak saksikan
orang-orang miskin memenuhi
seluruh negeri
tidakkah menggetarkan bapak?

Tolong, Pak
gantilah makanan bapak
seperti manusia
jangan makan uang kami

(Oktober 2003)


DOAKU HARI INI

Tuhanku
berikanlah waktumu padaku
untuk tumbuh di jalan cinta
dan menyemainya
di sepanjang jalan ayah bundaku
di sepanjang jalan Indonesiaku
di sepanjang jalan menujuMu

Amin

(Juli, 2003)


BUNDA KE AMERIKA

Sepucuk surat undangan sampai pagi ini
di rumah kami
untuk bundaku tercinta
dari universitas di Amerika

aku tahu bundaku pintar
juga amat berbudaya
tak heran bila ia diundang bicara
sampai ke negeri adidaya

ia adalah muslimah ramah
dengan jilbab tak pernah lepas dari kepala
sehari-hari berbicara benar
dan tak henti membela yang lemah

dari berita yang kubaca
Amerika penuh rekayasa
khawatir pun melanda
bila jilbab dijadikan masalah

Bagaimana bila bunda
tiba-tiba dianggap anggota alqaidah?
bukankah Presiden Amerika
menuduh dengan mudah
siapa saja yang tak dia suka?

Maka aku minta kepada Allah
agar bunda dilindungi senantiasa
bunda tersenyum dan memelukku
ia teguh pergi dengan jilbab di kepala
katanya: hanya Allah maha penjaga

(September 2003)


PUISI BUNDA 2

Engkau adalah puisi abadiku
yang tak mungkin kutemukan
dalam buku

(November 2003)



FAIZ
Nama lengkapnya Abdurahman Faiz, lahir di Jakarta, 15 November 1995.
Pada usia 13 bulan mengalami retak di tempurung kepala bagian belakang
karena terjatuh dari sebuah kursi tinggi. Dokter menganggap sebuah
mukjizat
ketika dalam perkembangannya Faiz tak menunjukkan gejala gangguan
otak atau
kecerdasan. Ia sempat dirawat 2 minggu di Rumah Sakit karena hal
tersebut.

Sejak usia 2 tahun Faiz sangat suka bercerita dan bermain peran. Ia
pernah berkata: "Bunda, aku mencintai bunda seperti aku mencintai
surga,"
ketika usianya baru 3 tahun. Ya, sejak saat itu, setiap waktu, Faiz
bisa tiba-tiba mengeluarkan
kalimat-kalimat puitis layaknya seorang penyair. Namun karena tidak
langsung ditulis, puisi-puisi itu banyakyang tidak terdokumentasi
(Faiz baru
mulai mau menulisnya pertengahan tahun 2001).

Saat Faiz tahu buku ini akan terbit, misalnya, ia spontan
berkata: "Bunda, engkau adalah puisi abadiku, yang tak mungkin
kutemukan dalam buku." Dan
seperti biasa, sang bunda langsung berseru, "Apa, nak? Tunggu, kamu
harus menuliskan kalimat
itu! Itu puisi yang sangat indah!"

Pada usia 3 tahun pula ia bercerita dengan mimik serius tentang
temannya bernama Mimis. "Kasihan deh, Bunda. Mimis itu ibunya tukang
cuci,
bapaknya satpam di mall. Ibunya sakit-sakitan sampai batuk darah.
Mall tempat
bapaknya bekerja dibakar dan dijarah orang banyak. Aku kasihan sekali
padanya." Tentu Bunda Faiz, Helvy Tiana Rosa yang juga seorang
cerpenis
kebingungan. Seingatnya Faiz tak memiliki teman bernama Mimis. Lagi
pula anak itu
bahkan belum masuk play group maupun TK.

Tapi Faiz terus bercerita. "Kasihan deh si Mimis itu. Kita harus
menolong dong, Bunda." Akhirnya Sang Bunda berkata: "Faiz, mari kita
tolong Mimis. Dia tinggal
di mana? Kok bunda belum tahu?" Tiba-tiba Faiz tertawa
gelak: "Bunda..... bunda!" serunya masih
menahan tawa. "Mimis itu kan cuma teman khayalanku saja!"

Rupanya ia sudah mengerti konsep teman khayalan. Tinggal bundanya
yang geleng-geleng kepala. Sejak kecil Faiz juga sudah sering bertanya
yang aneh-aneh kepada bunda, maupun ayahnya: Tomi Satryatomo yang
bekerja
sebagai wartawan. Misalnya: Ayah, mengapa angin itu tidak kelihatan?
Mengapa
awan ada di atas? Kan kalau di bawah enak dijadikan tempattidur?
Mengapa
api dinamakan api? Mengapa laut asin? MengapaTuhan hanya satu? Adakah
orang tinggal di Bintang? Dan lain sebagainya.

Menjelang usia 5 tahun, Faiz masuk ke TK Pelita di dekat rumahnya.
Setahun kemudian ia didaftarkan ke SD negeri. Tapi, karena usianya
belum 6
tahun, ia belum diterima. Baru pada usia menjelang 7 tahun ia masuk
di kelas I
SDN 02 Cipayung yang juga tak jauh dari rumahnya.

Kegiatan sehari-hari Faiz adalah sekolah, les, mengaji dan bermain.
Ia juga suka sekali mempelajari alat elektronik. Ia terbiasa dengan
komputer
sejak usia 3 tahun. Saat balita ia bisa mengoperasikan PDA, laptop,
internet, HP jenis apa pun, kamera digital bahkan handycam. Ia juga
sudah memiliki
laptop sendiri--bekas bunda. Anehnya ia lebih suka menulis puisi di
HP.

Faiz yang suka berolahraga dan mengoleksi banyak buku ini, bercita-
cita menjadi seorang presiden yang juga professor. Agustus 2003 lalu,
ia menjadi Juara I Lomba
Menulis Surat untuk Presiden,
Tingkat Nasional, yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta, dalam
rangka Hari Anak Nasional 2003. Sejak saat itu ia kerap diburu
wartawan dan
menjadi tamu dalam beberapa acara televisi antara lain Liputan 6 dan
Who
Wants to be A President. Ia juga ditawari bermain sinetron tapi ia
menolak.

"Ternyata menjadi terkenal itu tidak enak ya. Capek dikejar-kejar
orang. Semua mencium kita sembarangan. Tapi enaknya kita bisa gampang
menolong orang," komentar tiga besar di kelas II SDN 02 Cipayung yang
juga
anggota Forum Lingkar Pena Kids ini.


KOMENTAR PARA PENYAIR

Puisi Faiz belum banyak, tetapi mampu menimbulkan keharuanyang
mendalam ketika saya membacanya. Ia bicara cinta dengan agung. Ia
bicara agama
dengan anggun. Ia bicara derita manusia dengan bening. Mengutip akhir
puisi "Siti dan Udin di
jalan": dan punya rumah berjendela, nampaknya sebuah keinginan
sederhana, namun sesungguhnya
teramat dalam maknanya, sebab jendela adalah tempat kita menengok
dunia luar, dan selama jendela
kita terbuka, hidup adalah indah. (Medy Loekito,penyair, Yayasan
Multimedia Sastra)

Faiz, puisi-puisimu mencerminkan perasaan dan hatimu yang bening.
Dari puisi-puisimu aku tahu hati dan perasaanmu selalu bergolak
melihat
apa pun di sekitarmu. Dan bahasamu sebening hatimu. (Jamal D. Rahman,
penyair, Pemimpin Redaksi Majalah Sastra Horison)

Faiz, berpikir lebih 'gila' lagi, tapi tetap bicara dengan hati!
(Hamid Jabbar, Penyair, Redaktur Senior Majalah Horison)

Faiz, puisimu seperti danau, tempatku melihat bayang-bayang dan juga
ingatan masa kanakku, yang telah berdiri jauh di belakangku. (Binhad
Nurohmat, penyair, Koordinator Serikat Baca Dunia)

Sejujurnya, membaca sajak-sajak Faiz saya sungguh-sungguh tercengang.
Ia tampaknya dikaruniai bakat kepengarangan yang cukup luar biasa.
Baru
berusia 8 tahun, tapi sudah mampu membuat sajak-sajak yang tidak
hanya indah
dan rapi bahasanya, tapi juga sangat bermakna. Semoga dia kelak
menjadi
sastrawan besar yang mampu mengharumkan nama bangsa. (Ahmadun
Yosi Herfanda, penyair. Redaktur Budaya Harian Republika)

Faiz, jalan kupu-kupu yang kau tempuh itu, membikinku ingin menjadi
kanak-kanak lagi. Karena meski surga ada di telapak :kaki ibu, jalan
ke sana pastilah lewat kebeningan dan keriangan jiwa kanak, yang
begitu
bercahaya dalam sajak-sajakmu. (Agus R. Sarjono, penyair, Ketua Dewan
Kesenian
Jakarta)

Sumber: Untuk Bunda dan Dunia - Kumpulan Sajak Abdurahman Faiz


Tidak ada komentar: