Kamis, 07 November 2013

JILBAB DALAM PERSEPEKTIF

Muqoddimah
Ada sebuah cerita.
Ada dua cewek asal Iran yang sedang mengadakan rihlah (bepergian) ke-Perancis dalam rangka rekreasi, setelah sampai di bandara paris keduanya kebingungan karena tidak ada satupun diantara orang-orang yang dia lihat memakai jilbab apalagi nikob. Setelah mereka berembuk keduanya pun masuk dalam perdebatan yang lumayan sengit untuk ukuran dua orang. Karena keduanya nggak sampai pada keseepakatan akhirnya pun harus menggunakan pendapatnya msing-masing. Satu diantaranya memaksakan untuk memkai jilbab (bukan nikob) walaupun dalam hatinya ada semacam perasaan asing didalam mujtama' perancis. Sedangkan yang satunya lagi melepas kerudungnya karena masuk pada mujtama' yang bukan mujtama' iran lagi. Setelah lama mereka keluar bandara dan berjalan sampai pada suatu tempat yang ramai, banyak orang, dimana laki dan perempuan kumpul (semacam pasar) keduanya pun melihat-lihat barang-barang yang dijajakan para pedagang disitu. Tanpa disadari keduanya pun agak berjauhan. Saat mereka berjauhan inilah cewek yang memakai kerudung memergoki segerombolan pemuda yang memandanginya denagn pandangan terheran-heran, dan dengan rada-rada menggoda mendekati cewek tadi dan mengodanya sambil mengatakan "ah tumben ada orang kayak gini? dari daerah mana sih.."sembari meledek. Karena takut sang cewek pun jalan cepat pulang kehotelnya dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan cewek yang tidak memakai kerudung bebas jalan dimana ia suka dan ia pulang dengan bawa banyak belanja yang ia beli dari pasar tadi.
       Cerita yang kedua. Ada cewek asal dari Saudi Arabia yang akan pergi ke amerika serikat, setibanya ia dibandara ia pun menuju ruang gantii pakaian. Tak lama dia keluar dengan gaya yang sama sekali beda dari sebelumnya, berpakain jeans ketat dan atas kaos ketat pula.
Dari kedua cerita diatas inilah sebenarnya penulis merasa gelisah dan beranjak untuk menulis makalah ini, dari situ pun beranjak mencari data-data untuk mencari kejelasan dari nash-nash yang selama ini dijadikan rujukan oleh para ulama dalam membahas persoalan jilbab, penulis sadar betul keterbatasan kemampuan yang dimiliki, namun apa salahnya kalau mencoba mencari dan mengambil tahu dari nash yang selama ini digunakan untuk rujukan oleh para fuqoha. Untuk lebih koperhensipnya kalau teman-teman sekalian ikut memberikan sumbangan bagi penulis untuk memberikan sumbangan maklumat pada diskusi nanti. Dan dengan rasa tanggung jawab terhadap ijtima' kita tentu kalau pembahasan kita ini jangan dimuati rasa ta'asub dan dengan kejernihan berfikir untuk mencari solusi yang sesuai dengan zaman sekarang dan benar dari segi nashnya.
Penggunaan cadar/kerudung (hood) pertama kali dikenal sebagai pakaian perempuan menstruasi. Kerudung dan semacamnya semula bertujuan untuk menutupi tatapan mata terhadap cahaya matahari dan sinar bulan, karena hal itu dianggap tabu dan dapat menimbulkan bencana di dalam masyarakat dan lingkungan alam.
Kerudung dari semacamnya semula dimaksudkan sebagai pengganti "gubuk pengasingan" bagi keluarga raja atau bangsawan. Keluarga bangsawan tidak perlu lagi mengasingan diri di dalam gubuk pengasingan tetapi cukup menggunakan pakaian khusus yang dapat menutupi anggota badan yang dianggap sensitif. Dahulu kala perempuan yang menggunakan cadar hanya dari keluarga bangsawan atau orang-orang yang terhormat, kemudian diikuti oleh perempuan non-bangsawan. Peralihan dan modifikasi dari gubuk pengasingan menstrual hut menjadi cadar (menstrual hood) juga dilakukan di New Guinea, British, Columbia, Asia, Afrika bagian Tengah, Amerika bagian Tengah, dan lain sebagainya. Bentuk dan bahan cadar juga berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Bentuk cadar di Asia agak lonjong menutupi kepala sampai pinggang dan bahannya juga bermacam-macam; ada yang dari serat kayu yang ditenun khusus dan ada yang dari wol yang berasal dari bulu domba[1].

JILBAB VERSI ULAMA SALAF.
Ayat-ayat yang dugunakan ulama dalam membicarakan tentang jilbab kembali pada ayat sbb.
1. ياأيهاالنبى قل لأزواجك وبناتك ونساءالمؤمنين يد نين عليهن من جلا ببهن ذلك أد نى أن يعرفن فلا يؤذ ين وكان الله غفورا رحيما[2].
2. وقل للمومنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبد ين زينتهن الاماظهرمنها وليضربن بخمرهن على جيوبهن ولايبد ين زينتهن الالبعولتهن ..........[3].
Penafsiran yang dilakukan olah ulama salaf kebanyakan mempunyai tafsiran yang hampir sama, kalau toh ada perbedaan itupun hanya sedikit saja. Sebelum kita masuk pada persoalan yang ini kita akan bahas dulu pendapat ulama dari kedua ayat tersebut.

Ayat pertama.
Ada pada lafal perintah yang ditujukan pada istri, putri-putri nabi dan perempuan-perempuan muslimat untuk memeklai" jilbab" . lafal jalabib jamak dari lafal jilbab diatas mengandung arti "pakaian panjang/longgar"[4], "pakaian lebih lebar dari kerudung"[5] diriwayatkan dari ibnu abbas dan ibnu mas'ud maknanya adalah rida' (pakaian), ada yang mengatakan tudung wajah.
Selain arti tersebut masih ada yang mengartikan" menutupi wajah dan mukanya dan hanya mata satu yang bagian kiri boleh tidak ditutup" ini riwayat dari ali bin abi tholhah dari ibnu abbas.[6] Dari kedua riwayat yang sama-sama dari ibnu abbas ternyata tidak sama. Diriwayatkan dari sofyan assure dia berkata " tidak apa-apa melihat "zinah" wanita-wanita ahlu dzimmah karena larangan disini karena fitnah bukan karena kehormatanya. Assadyi berrkata" dulu orang-orang yang fasiq ahlul madinah keluar diwaktu malam dan dikala melihat wanita mereka menggangunya, dikala melihat wanita memakai jilbab mereka berkata ini wanita meredeka (hurroh) lalu membiarkanya. Apabila melihat wanita yang tidak memkai jilbab dia berkata ini budak dan menggangunya. Mujahid berkata berpakaian jilbab untuk mengetahui mereka itu hurroh sehingga para fasiqin tidak menggangunya.[7] umar bin khottob dikala melihat budak memakai cadar menamparnaya, hal itu melihat itu hanya pakaian orang yang merdeka.[8]

ayat kedua, sebab turunya ayat ini, diriwayatkan dari ibnu marduwiyah dari ali ra. Berkata  ada seorang pemuda jalan disuatu jalan danmelihat wanita dan wanita juga melihatnya sehingga pemuda tadi terbentur tembok sehingga melaporkan hal itu pada rasul maka turunlah ayat.
ayat yang ini pointernya ada pada ayat "maa dhoharo minha mama bathon" perbedaan pendapat ada pada ayat ini sbb. Ibnu mas'ud berkata yang dimaksud dengan dhohir disini adalah pakaian. Ibnu jabir menambahkan dengan wajah. 'Atho' dan auza'i mengatakan bahwa yang di maksud disini adalah wajah, kedua telapak tangan, dan pakaian. Ibnu abbas, qotadah dan miswar ibnu mahromah berkata yang dimaksud adalah mata, pacar (pewarna) yang sampai pada pertengahan lengan, anting-anting dan cincin.[9]
Demikian dalil yang dugunakan para ulam salaf. Sebelum kita melanjutkan pada ulama yang boleh kita sebut mu'asir, perlu diingat penjelasan dan tafsir yang dikemukakan oleh para ulama tidak akan lepas dengan bi'ah dan tabiat serta keadaan penduduk waktu dulu. Kalau kita tilik kebelakang boleh kita katakan bahwa pertumbuhan ilmu tafsir pada masa qurthubi, ibnu kasir dll, adalah masa dimana gerak perempuan waktu itu sudah sampai pada puncaknya dimana wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan yang menurut mereka waktu itu hanya diurusi oleh laki-laki.
Sehingga pendapat yang digunakan oleh para mufassirin langsung atau tidak pasti akan dipengruhi oleh keadaan waktu dulu. Sehingga tasyaddud terhadap pihal perempuan atau lebih jelasnya pemojokan terhadap perempuan juga masuk dalam tafsir waktu itu. Walau banyak berdasarkan hadist namun pemahaman dan makosid hadist itu tentu tidak seketat itu terbukti denagn keadaan belum perempuan masa nabi cukup leluasa ikut dalam persoalan-persoalan yang dibilang tabi untuk masa sesudahnya seperti perang dan memimpin perang.




[1] Makalah paramadinah
[2] Al ahzab. 59
[3] an nur. 31
[4] kamus kontemporer
[5] al jamiul ahkam, al kurtubi.tafsir al ahzab. Hal.232. darul hadist
[6] tafsir alquran alazhim. Ibnu kasir. Juz.3 hal 678. muassasah arraiyan.
[7] Ibnu kasir. 679.
[8] Al kurtubi.hal.233
[9] tafsir kurtubi. 231.darul hadist.


Tidak ada komentar: