Muqoddimah
Ada
sebuah cerita.
Ada dua
cewek asal Iran yang sedang mengadakan rihlah (bepergian)
ke-Perancis dalam rangka rekreasi, setelah sampai di bandara paris keduanya
kebingungan karena tidak ada satupun diantara orang-orang yang dia lihat
memakai jilbab apalagi nikob. Setelah mereka berembuk keduanya pun masuk dalam
perdebatan yang lumayan sengit untuk ukuran dua orang. Karena keduanya nggak
sampai pada keseepakatan akhirnya pun harus menggunakan pendapatnya
msing-masing. Satu diantaranya memaksakan untuk memkai jilbab (bukan nikob) walaupun dalam hatinya ada semacam perasaan asing didalam
mujtama' perancis. Sedangkan yang satunya lagi melepas kerudungnya karena masuk
pada mujtama' yang bukan mujtama' iran lagi. Setelah lama mereka
keluar bandara dan berjalan sampai pada suatu tempat yang
ramai, banyak orang, dimana laki dan perempuan kumpul (semacam
pasar) keduanya pun melihat-lihat barang-barang yang dijajakan para pedagang
disitu. Tanpa disadari keduanya pun agak berjauhan. Saat mereka berjauhan
inilah cewek yang memakai kerudung memergoki segerombolan
pemuda yang memandanginya denagn pandangan terheran-heran, dan dengan rada-rada
menggoda mendekati cewek tadi dan mengodanya sambil mengatakan "ah tumben
ada orang kayak gini? dari daerah mana sih.."sembari meledek. Karena takut sang cewek
pun jalan cepat pulang kehotelnya dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan cewek
yang tidak memakai kerudung bebas jalan dimana ia suka dan ia pulang dengan
bawa banyak belanja yang ia beli dari pasar tadi.
Cerita
yang kedua. Ada cewek asal dari Saudi Arabia yang akan pergi ke amerika
serikat, setibanya ia dibandara ia pun menuju ruang gantii pakaian. Tak lama dia
keluar dengan gaya yang sama sekali beda dari sebelumnya,
berpakain jeans ketat dan atas kaos ketat pula.
Dari
kedua cerita diatas inilah sebenarnya penulis merasa gelisah dan beranjak untuk
menulis makalah ini, dari situ pun beranjak mencari data-data untuk mencari
kejelasan dari nash-nash yang selama ini dijadikan rujukan oleh para ulama dalam membahas
persoalan jilbab, penulis sadar betul keterbatasan kemampuan yang dimiliki,
namun apa salahnya kalau mencoba mencari dan mengambil tahu
dari nash yang selama ini digunakan untuk rujukan oleh para fuqoha. Untuk lebih
koperhensipnya kalau teman-teman sekalian ikut memberikan sumbangan bagi
penulis untuk memberikan sumbangan maklumat pada diskusi nanti. Dan dengan rasa
tanggung jawab terhadap ijtima' kita tentu kalau pembahasan kita ini jangan
dimuati rasa ta'asub dan dengan kejernihan berfikir untuk mencari solusi yang sesuai
dengan zaman sekarang dan benar dari segi nashnya.
Penggunaan cadar/kerudung (hood) pertama kali dikenal
sebagai pakaian perempuan menstruasi. Kerudung dan semacamnya semula bertujuan
untuk menutupi tatapan mata terhadap cahaya matahari dan sinar bulan, karena
hal itu dianggap tabu dan dapat menimbulkan bencana di dalam masyarakat dan
lingkungan alam.
Kerudung dari semacamnya semula dimaksudkan sebagai
pengganti "gubuk pengasingan" bagi keluarga raja atau bangsawan.
Keluarga bangsawan tidak perlu lagi mengasingan diri di dalam gubuk pengasingan
tetapi cukup menggunakan pakaian khusus yang dapat menutupi anggota badan yang
dianggap sensitif. Dahulu kala perempuan yang menggunakan cadar hanya dari
keluarga bangsawan atau orang-orang yang terhormat, kemudian diikuti oleh
perempuan non-bangsawan. Peralihan dan modifikasi dari gubuk pengasingan
menstrual hut menjadi cadar (menstrual hood) juga dilakukan di New Guinea,
British, Columbia, Asia, Afrika bagian Tengah, Amerika bagian Tengah,
dan lain sebagainya. Bentuk dan bahan cadar juga berbeda-beda antara satu
tempat dengan tempat yang lain. Bentuk cadar di Asia agak lonjong menutupi
kepala sampai pinggang dan bahannya juga bermacam-macam; ada yang dari serat
kayu yang ditenun khusus dan ada yang dari wol yang berasal dari bulu domba[1].
JILBAB
VERSI ULAMA SALAF.
Ayat-ayat yang dugunakan ulama dalam membicarakan
tentang jilbab kembali pada ayat sbb.
1. ياأيهاالنبى قل لأزواجك وبناتك
ونساءالمؤمنين يد نين عليهن من جلا ببهن ذلك أد نى أن يعرفن فلا يؤذ ين وكان الله
غفورا رحيما[2].
2. وقل للمومنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبد ين زينتهن
الاماظهرمنها وليضربن بخمرهن على جيوبهن ولايبد ين زينتهن الالبعولتهن ..........[3].
Penafsiran
yang dilakukan olah ulama salaf kebanyakan mempunyai tafsiran yang hampir sama,
kalau toh ada perbedaan itupun hanya sedikit saja. Sebelum kita masuk pada
persoalan yang ini kita akan bahas dulu pendapat ulama dari kedua ayat tersebut.
Ayat
pertama.
Ada pada
lafal perintah yang ditujukan pada istri, putri-putri nabi dan perempuan-perempuan
muslimat untuk memeklai" jilbab" . lafal jalabib jamak dari lafal jilbab
diatas mengandung arti "pakaian panjang/longgar"[4],
"pakaian lebih lebar dari kerudung"[5]
diriwayatkan dari ibnu abbas dan ibnu mas'ud maknanya adalah
rida' (pakaian), ada yang mengatakan tudung wajah.
Selain
arti tersebut masih ada yang mengartikan" menutupi wajah dan mukanya dan
hanya mata satu yang bagian kiri boleh tidak ditutup" ini riwayat dari ali
bin abi tholhah dari ibnu abbas.[6] Dari
kedua riwayat yang sama-sama dari ibnu abbas ternyata tidak sama. Diriwayatkan
dari sofyan assure dia berkata " tidak apa-apa melihat "zinah"
wanita-wanita ahlu dzimmah karena larangan disini karena fitnah bukan karena
kehormatanya. Assadyi berrkata" dulu orang-orang yang fasiq ahlul madinah
keluar diwaktu malam dan dikala melihat wanita mereka menggangunya, dikala
melihat wanita memakai jilbab mereka berkata ini wanita meredeka (hurroh) lalu membiarkanya. Apabila melihat wanita yang tidak memkai
jilbab dia berkata ini budak dan menggangunya. Mujahid berkata berpakaian
jilbab untuk mengetahui mereka itu hurroh sehingga para fasiqin tidak
menggangunya.[7]
umar bin khottob dikala melihat budak memakai cadar menamparnaya, hal itu melihat
itu hanya pakaian orang yang merdeka.[8]
ayat
kedua, sebab turunya ayat ini, diriwayatkan dari ibnu
marduwiyah dari ali ra. Berkata ada
seorang pemuda jalan disuatu jalan danmelihat wanita dan wanita juga melihatnya
sehingga pemuda tadi terbentur tembok sehingga melaporkan hal itu pada rasul
maka turunlah ayat.
ayat yang
ini pointernya ada pada ayat "maa dhoharo
minha mama bathon" perbedaan pendapat ada pada ayat ini sbb. Ibnu mas'ud
berkata yang dimaksud dengan dhohir disini adalah pakaian. Ibnu jabir
menambahkan dengan wajah. 'Atho' dan auza'i
mengatakan bahwa yang di maksud disini adalah wajah, kedua telapak tangan, dan pakaian.
Ibnu abbas, qotadah dan miswar ibnu mahromah berkata yang dimaksud adalah mata,
pacar (pewarna) yang sampai pada pertengahan lengan, anting-anting dan cincin.[9]
Demikian
dalil yang dugunakan para ulam salaf. Sebelum kita melanjutkan pada ulama yang boleh
kita sebut mu'asir, perlu diingat penjelasan dan tafsir yang dikemukakan oleh
para ulama tidak akan lepas dengan bi'ah dan
tabiat serta keadaan penduduk waktu dulu. Kalau kita tilik kebelakang boleh
kita katakan bahwa pertumbuhan ilmu tafsir pada masa qurthubi, ibnu
kasir dll, adalah masa dimana gerak perempuan waktu itu sudah sampai pada puncaknya
dimana wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan yang menurut mereka waktu
itu hanya diurusi oleh laki-laki.
Sehingga pendapat yang digunakan oleh para mufassirin langsung atau
tidak pasti akan dipengruhi oleh keadaan waktu dulu. Sehingga tasyaddud
terhadap pihal perempuan atau lebih jelasnya pemojokan terhadap perempuan juga
masuk dalam tafsir waktu itu. Walau banyak berdasarkan hadist namun pemahaman
dan makosid hadist itu tentu tidak seketat itu terbukti denagn keadaan belum
perempuan masa nabi cukup leluasa ikut dalam persoalan-persoalan yang dibilang
tabi untuk masa sesudahnya seperti perang dan memimpin perang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar