Sobat muda muslim, kampanye emansipasi wanita saat ini masih
anget untuk dibicarakan. Soalnya, masih banyak juga yang keukeuh mengamalkan ide itu. Para aktivis feminisme tentunya paling
getol dong ngomongin dan ngamalin paham ini. Mereka, rajin banget ngomporin
kaum Hawa untuk terjun di luar rumah dengan lebih banyak waktu. Sementara di
rumah, cukup malam hari saja. Walah?
Teman-teman remaja puteri pun udah lama kenal lho dengan
ajaran ini. Maklumlah, sejak kita diajarin, "Ini Budi, Ini Ibu Budi"
udah dikenalkan tokoh pergerakan wanita, namanya RA Kartini. Kata bapak dan ibu
guru waktu SD itu, ibu Kartini adalah salah satu tokoh pembebasan kaum wanita.
Wanita yang tadinya cuma ngurusin 'dapur-sumur-kasur', tapi diperjuangkan
hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan dan kegiatan lainnya yang selama ini
hanya bisa dilakukan kaum pria.
Sayangnya, cita-cita RA Kartini kemudian 'dimodifikasi'
pihak-pihak tertentu menjadi lebih luas dan lebih liar. Gimana nggak, wong
kemudian cita-cita Kartini ini sempat dihubungkan dengan perjuangan feminisme.
Bahkan dianggap sebagai peletak dasar perjuangan hak-hak kaum feminim di negeri
ini. Waduh, emang tergantung siapa yang bikin sejarahnya sih. Kasihan sekalee.
Lebih kasihan lagi yang ngikutin seruan kaum feminis saat ini. Hih, kasihan deh
lu..! ?
Sobat muda muslim, jaman kiwari bisa kita saksikan maraknya
kiprah kaum wanita di luar rumah. Kalo sekadar mendapatkan pendidikan, kita
pikir nggak masalah ya. Sebab, pendidikan bukan monopoli anak cowok aja. Anak
puteri juga berhak untuk mendapatkannya. Setinggi apa pun. Tapi, kalo udah
memasuki kehidupan umum lebih jauh lagi, bahkan sampe tega mengorbankan harga
diri, nah itu yang malah berbahaya.
Nggak percaya? Lihat aja gimana teman-teman remaja puteri
(seleb) yang kemudian 'ikhlas' terjun di dunia film, iklan, sinetron, dan
model. Tapi sejujurnya dan sejatinya, teman-teman puteri itu sedang ditipu. Lho
kok bisa? Maklum saja, dalam masyarakat kapitalis seperti sekarang ini, wanita
telah menjadi komoditas alias barang yang diperjual-belikan. Mereka dijadikan
sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang. Barang
jenis industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan, hampir sepenuhnya
memanfaatkan 'jasa' wanita. Pendidikan dan media-massa menampilkan citra wanita
yang penuh glamour—sensual dan fisikal. Dengan kata lain, penuh sensasi, dan
tentu nggak ketinggalan, bodi! Wuih, kasihan banget deh.
Sobat muda muslim, pada masyarakat bebas kayak begini,
wanita dididik untuk melepaskan segala ikatan normatif, kecuali kepentingan
industri. Bener lho, nggak boong. Lihat aja, tubuh mereka dipertunjukkan untuk
menarik selera konsumen. Bayangin aja betapa konyolnya, iklan mobil mewah
rasanya belum lengkap kalau tak hadir di sampingnya gadis berbodi aduhai.
Permen rasanya belum manis kalau tak menyertakan penampilan gadis dengan bibir
sensual mengunyah permen. Inul, yang memakai kaos dan celana jeans ketat—di-shot
kamera—memperlihatkan keampuhan minuman berenergi, Sakatonik Greng. Lha ini maksudnya promosi minuman atau promosi
Inul "ngebor" Daratista? Tulalit banget deh!
Sayang, kaum wanita banyak yang nggak ngeh dengan masalah
ini. Bahkan parahnya, banyak pula yang menikmatinya. Itu artinya pula,
emansipasi yang kebablasan ini adalah racun bagi kehidupan kaum wanita. Celaka
dua belas. Ati-ati deh!
Habis gelap terbitlah
terang?
Semboyan Door
Duisternis tot Licht alias Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi begitu
bergema bagi kalangan perempuan di negeri ini. Simbol semangat dari perjuangan
pembebasan kaum wanita. Katanya sih begitu.
Sobat muda muslim, dengan semboyan seperti ini—maklum yang
nerjemahinnya orang Nasrani (Armijn Pane), artinya jadi bias banget. Perjuangan
Kartini untuk mengajak kaumnya bangkit, masih ada kemungkinan untuk
'dimodifikasi' sesuai keinginan si penulis sejarah. Akhirnya ya seperti
sekarang, 'Kartini-Kartini' kontemporer menyerap makna perjuangan RA. Kartini
sebatas perjuangan hak-hak wanita. Karena, waktu itu wanita 'dijajah' pria.
Dalam masalah pendidikan, misalnya, RA Kartini jelas banget memperjuangkan agar
wanita bisa mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Sayangnya, jaman kiwari
cita-cita perjuangan Kartini akhirnya diperluas dengan peran wanita yang lebih
bebas dan luas di luar rumah. Bahkan, katanya atas nama emansipasi, kian getol
mengambil 'jatah' peran kaum pria. Ada lho, wanita yang jadi hansip, satpam,
bahkan polisi. Kita nggak tahu, penjahatnya nanti galak apa malah ngerayu…. ?
Sedikit tentang perjuangan RA Kartini, Prof. Ahmad Mansur
Suryanegara, dalam bukunya Menemukan Sejarah (hlm. 183), menuliskan komentar
Kartini, "Sekarang ini kami tiada mencari penghibur hati pada manusia,
kami berpegang seteguh-teguhnya di tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun
(jahiliyah. red.) menjadi terang (cahaya iman Islam. red.), dan angin ribut pun
menjadi sepoi-sepoi." Dijelaskan pula bahwa kata-kata Habis Gelap
Terbitlah Terang terpengaruh cahaya al-Quran yang menerangi lubuk hatinya;
Minazh zhulumati ilan nur (dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam).
Nah, itu terjadi saat beliau mengalami kebingungan setelah
melakukan korespondensi dengan sahabat-sahabatnya di luar negeri (Belanda).
Bercerita tentang apa saja. Termasuk tentang agama. Jadi, bukan cuma bicara
tentang 'emansipasi' doang euy.
Tuh, ternyata kalo dipiki-piki, perjuangan RA Kartini,
paling nggak menurut pengarang buku Menemukan Sejarah, masih ada kaitannya
dengan pergerakan kebangkitan, yang bernuansa Islam. Kamu kudu ngeh lho soal
itu. But, bukan kesimpulan akhir memang. Sebab, Kartini juga konon kabarnya
baru sebatas proses berpikir ke arah Islam. Itu juga kudu diakui sebagai
prestasi tersendiri bagi seorang wanita yang hidup di tengah kehidupan
bangsawan dan di masa penjajahan. Sayang, Kartini keburu meninggal di usia
muda, 25 tahun.
Nah, jadi tentu sangat tidak adil dong kalo kamu selalu
menghubungkan perjuangan RA Kartini sebatas emansipasi wanita doang. Sebab,
banyak sisi kehidupan beragama beliau yang nggak tergali (atau sengaja nggak
digali?) oleh para penulis sejarah pada umumnya. Bahkan kesannya maksain banget
kalo semboyan Door Duisternis tot Licht cuma dihubungkan dengan pembebasan kaum
wanita dari 'penjajajan' kaum pria.
Jangan mau jadi
korban!
Sobat muda muslim, khususnya anak puteri, jangan mau deh
jadi korban gaya hidup sekarang. Maklumlah, kehidupan sekarang ini banyak
godaannya. Keikutsertaan perempuan dalam proses kehidupan di luar rumah dengan
jumlah waktu yang lebih banyak, justru akan menjadi blunder, alias bumerang.
Gimana nggak, kalo semua perempuan bekerja di luar rumah dengan semboyan P4
(pergi pagi pulang petang), maka dengan siapa anak-anak akan belajar tentang
kehidupan? Lha, pas pergi anak masih tidur. Eh, pas dateng anak udah tidur.
Gimana menyalurkan kasih sayang dan perhatiannya? Sebab, duit nggak selalu
menjadi yang terpenting untuk menenangkan anak. Justru perhatian dan penanaman
nilai agama adalah hal yang paling utama. Tul nggak?
Oke deh, kalo pun kudu bekerja (karena memang bekerja bagi
wanita adalah mubah), mbok ya kerjaannya jangan yang menyita perhatian dan
menyita waktu dong. Nanti nggak bisa ngurus suami dan memperhatikan anak-anak.
Betul? Bang Rhoma juga 'ngingetin' lho dalam penggalan lain dari lagu
Emansipasi Wanita, "Majulah wanita,
giatlah bekerja/ Namun jangan lupa tugasmu utama/ Apa pun dirimu/ Namun kau
adalah ibu rumah tangga"
Anna Rued yang menulis dalam sebuah bukunya—Eastern Mail, ia
menyebutkan bahwa "Kita harus iri kepada bangsa-bangsa Arab yang telah
mendudukkan wanita pada tempatnya yang aman. Dimana hal itu jauh berbeda dengan
keadaan di negeri ini (Inggris) yang membiarkan para gadisnya bekerja bersama
laki-laki di kilang-kilang minyak—yang tidak saja menyalahi kodrat—tetapi bisa
menghancurkan kehormatannya."
Sobat puteri, jangan bingung dulu. Meski peran kamu di luar
rumah dibatasi, bukan berarti nggak boleh keluar sama sekali dari rumah. Kamu
masih boleh (mubah) untuk bekerja di luar rumah. Dengan catatan, jenis
pekerejaannya nggak menyita perhatian dan mengambil jatah waktu yang banyak.
Bahkan di masa Rasulullah juga banyak wanita yang terjun di medan jihad sebagai
perawat prajurit Islam yang luka. Pada jaman setelahnya, banyak pula wanita
yang berpendidikan tinggi dan tetap mampu menjaga tugas utamanya sebagai
pengatur rumah tangga.
Nah, itu artinya kamu kudu ngeh soal prioritas amal.
Mendahulukan yang wajib ketimbang yang sunnah, apalagi mubah. Mengurus suami
dan anak-anak, adalah wajib, sementara bagi wanita bekerja hukumnya mubah.
Jangan sampe suami dan anak-anak nggak diperhatikan, karena sibuk bekerja di
luar rumah.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah
bersabda: "Sebaik-baik wanita yang
menunggang unta adalah wanita Quraisy; ia sangat menyayangi anaknya ketika
kecil dan sangat memperhatikan suaminya ketika ada di sisinya" (HR Muslim)
Nah, bagaimana dengan aktivitas di luar rumahnya adalah
berdakwah untuk menyerukan kebangkitan Islam dan umatnya? Begini, dalam Islam
yang termasuk fardhu (wajib) yang dari segi pelaksanaannya dibagi ke dalam dua
jenis; fardlu al-muwassa' (yang
leluasa waktu pelaksanaannya) dan fardlu
al-mudhayyaq (kewajiban yang waktu pelaksanaannya amat sempit, sehingga
harus segera dilaksanakan). Intinya, fardlu
al-mudhayyaq kudu didahulukan ketimbang fardlu
al-muwassa'. Contohnya, panggilan suami (bagi istri) untuk berada di rumah
lebih didahulukan daripada aktivitas berdakwah (keluar rumah). Sebab, aktivitas
dakwah seorang wanita dapat dilakukan kapan saja (sehingga tergolong fardlu
al-muwassa'). Sementara panggilan suaminya saat itu, yang mengharuskannya berada
dalam rumah, tidak dapat ditunda. Begitu Non.
Jadi, jangan sampe deh kamu (pas berkeluarga nanti)
mendahulukan urusan dakwah di luar rumah (apalagi sampe berhari-hari keluar
kota misalnya), hingga membuat kamu menelantarkan anak dan suami. Hih, istri
macam apa itu? Sori lha yauw, walaupun itu urusan dakwah, tapi kalo
menelantarkan suami dan anak-anak, dosa juga euy! Meskipun suaminya ikhlas
diperlakukan begitu, jangan anteng dulu Non. Bukankah menelantarkan urusan
rumah tangga adalah dosa? Bukankah itu artinya pula mempraktikkan seruan kaum
feminis? Catet yo..
Oke deh, tetap getol mengkaji Islam, dan giatlah berjuang
untuk Islam, tapi peranmu nanti sebagai ibu rumah tangga kudu jadi prioritas.
Tetep semangat! ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar